Rabu, 18 Mei 2011

Kader da’wah Harus Mampu Berkonspirasi

Kita sudah banyak mendengar tentang bagaimana gerakan konspirasi yahudi bekerja. Atau setidaknya mengetahui bahwa yahudi melakukan konspirasi melalui gerakan zionis internasional. Sebuah gerakan raksasa yang kekuatannya mencengkram hampir disetiap Negara di dunia tak terkecuali Indonesia. Umat islam menyebut Konspirasi ini sebgai bentuk perang pemikiran (ghozwul Fikri).
Secara sederhana kita dapat mengetahui peredaan antara ghozwul fikri dan qital (perang fisik). Dalam perang fisik bahan bakar utamanya adalah fisik yang kuat dan senjata yang ampuh, semisal pedang, tombak, belati dan perisai. Ia lebih membutuhkan kerja otot dari pada kerja otak. Namun berbeda dengan perang pemikiran, ia tidak begitu banyak meyedot kerja otot dan kebutuhan akan senjata, ia lebih menyerap kemampuan otak atau daya fikir dalam merebut kemenangan.
Jenis perang yang kedua ini lebih membahayakan dan lebih menimbulkan efek yang luar biasa besar dari pada perang fisik. Dan jenis perang inilah yang digunakan oleh Negara-negara besar yakni ameriaka dan Israel. Dalam definisi yang disebut perang pemikiran itu mereka memainkan media, mengarahkan opini, menyebarkan propaganda, mengatur pola berfikir manusia, bermain dalam konflik, mengatur Negara-negara lain dan menyeting masa depan sesui dengan apa yang mereka kehendaki. Dengan cara itu mereka mampu mengusai dunia hingga saat ini.
Kemudian kita yang memproklamirkan diri sebagai penegak kebenaran dan pemusnah kebatilan sudah seharusnya melakukan hal yang sama. atau melakukan “apa yang dilakuakan yahudi”, dan ini adalah tuntutan jika seorang muslim ingin bertahan dan menyerang keangkuhan kedua kaum barbar-barbar tersebut.
Hal tersebut harus dimulai dari perubahan cara berfikir kita. Jika sejak dulu kita berfikir bagaimana gerakan da’wah bisa tetap eksis maka sekarang kita harus berfikir bagaimana gerakan da’wah mampu berkontribusi. Jika dahulu kita berfikir bagaimana menyeting sebuah acara atau kepanitiaan maka sekarang kita harus berfikir bagaimana mengatur pola berfikir, opini, dan keberpihakan masyarakat terhadap da’wah. Jika dulu kita berfikir bagaimana kantong-kantong keuangan kita tercukupi maka hari ini kita harus berfikir bagaimana kantong-kantong keuangan kita melimpah dan mempu memproduksi kerja-kerja da’wah dalam skala global. dan secara umum kita harus mengembangkan kemampuan berfikir dari yang bersifat depensive (bertahan) menuju ekspansive (berkembang).
Kemudian setelah kita memahami akan hal ini, maka kita akan menularkan paradigama berfikir ini kepada semua pekerja da’wah. Kepada mereka yang berada di kota dan di desa, di sekolah dan di kantor, dan di dalam negeri maupun diluar negeri. Sehingga meskipun mereka melakukan kerja-kerja kecil dan mungkin dianggap sepele namun sebenarnya para pewaris peradaban itu mempunyai kerangkan berfikir yang sistematis dan tujuan yang jelas.
Itulah kerja da’wah yang sebearnya, bukan hanya mampu menggerakkan mesin tetapi juga mampu menggerakkan orang-orang cerdas. Kemudian bekerja sama dalam sebuah gerakan internasional. Membuat kebijakan yang mempunyai bargaining position dimata dunia. Hanya dengan itulah insyaAllah kemuliaan Islam kembali menetap dibumi.
18 Mei 2011-05-18
00.11

0 komentar:

Posting Komentar