Jumat, 25 Februari 2011

Penarikkan Pajak Bagi Film Impor Perlu Ditinjau Ulang

By Karina Pramitasari (Staff KP)

Indonesia, tanpa adaanya pajak seperti halnya sayur tanpa garam. Memang pajak sudah menjadi salah satu penunjang kekuatan perekonomian di sebuah negara. Tetapi permasalahannya di sini adalah apakah pajak yang terkumpul nantinya akan dapat dimanfaatkan sesuai sasaran dan tujuan yang ingin dicapai.
Sah-sah saja jika pemerintah memberlakukan pajak bagi film impor. Karena beberapa keuntungan yang dapat diperoleh apabila pajak tersebut berhasil di implementasikan. Diantaranya akan menambah anggaran pendapatan Indonesia. Asal tahu saja dengan banyaknya film impor yang masuk ke Indonesia maka akan semakin banyak pula keuntungan secara finansial yang akan diperoleh.
Selain itu Indonesia apabila dipandang sebagai lahan subur untuk pendistribusian film impor. Apabila dilihat anemo masyarakat akan film luar negeri sangatlah tinggi dibandingkan dengan film domestik. Maka tidak ada salahnya jika para produsen film luar berlomba-lomba untuk menawarkan daan memasarkan hasil karya mereka.
Dilihat dari sisi lain, bahwasannya pemberlakuan pajak tersebut juga untuk memberi ruang gerak bagi dunia perfilman domestik untuk bergeliat. Mungkin salah satu alasan mengapa perfilman dalam negeri mengalami kelesuan dikarenakan kalah bersaing dengan perffilman luar negeri apabila dilihat dari salaah satu sisinya yaitu dari segi teknologi. Namun dari segi kualitas jangan menganggap remah film domestik. Banyak film domestik yang telah menunjukkan kebolehannya dalam kancah dunia internasional.
Dengan beberapa keuntungan dan sisi positif yang akan diperoleh, tidak mengapa pemberlakuan pajak itu dilaksanakan. Yang menjadi masalah di sini adalah jika pajak yang telah terkumpul disalahgunakan oleh oknum yang tidak bertanggung jawab. Wajar apabila ada sebagaian orang yang mengkhawatirkan tentang hal ini.
Buktinya ada pegawai pajak yang secara-jelas-jelas masuk bui dikarenakan tersandung kasus korupsi. Korupsi dari hasil pajak yang telah banyak terkumpul. Tentu dengan nominal yang tidak sedikit. Lumrah mereka melakukan korupsi dikarenakan silau dengan tumpukan pajak. Tumpukan pajak yang terlalu banyak dan tidak segera diimbangi dengan penyaluran pajak itu sendiri. Padahal pemungutan pajak seharusnya dimanifestasikan untuk kesejahtaraaan masyarakat juga.
Seolah-olah kepercayaan masyarakat terhadap pemerintah di dalam mengolah dan menyalurkan uang rakyat sedikit demi sedikit terkikis habis. Jadi apa gunanya membayar pajak jika pajak yang terkumpul tidak disalurkan sebagaimana mestinya. Percuma sebuah slogan yang sering didengung-dengungkan,”Hari gini gak bayar pajak, apa kata dunia”,dimana slogan tersebut sebuah sindiran bagi mereka-mereka yang tidak mau membayar pajak. Akan lebih tepat lagi jika slogan tersebut diganti menjadi,”Hari gini masih korupsi pajak, apa kata dunia.”Jelas slogan tersebut bukan hanya sebagai sindiran tetapi juga sebagai pernyataan protes masyarakat kepada para pegawai pajak yang bermuka tebal itu.
Maka dari itu sah-sah saja jika banyak masyarakat yang masih ngeyel tidak mau membayar pajak. Buat apa membayar pajak apabila ujung-ujungnya nanti malah dikorupsi. Padahal apabila kepercayaan suatu masyarakat terhadap pemerintah telah hilang sangat sulit untuk mengembalikannya. Bisa-bisa terjadi kudeta besar-besaran seperti yang terjadi di negara-negara Timur Tengah akhir-akhir ini. Ini bisa menjadi pertimbangan, PR dan bahan evaluasi bagi pemerintah apabila penarikkan pajak terhadap film impor menjadi maksimal, efektif dan efisien. Tidak hanya pajak bagi perfilman luar negeri saja tetapi juga bagi seluruh pemberlakuan pajak.

1 komentar:

embargo film asing adl tantangn bgi perfilman domestik.film domestik hrus mampu mmnuhi kbutuhan konsumen...

Posting Komentar