By: Agus Purnomo (Kadep. KP/Calon Ketua KAMMI UIN SUKA)
Tanggal 18-21 april Pelajar SMA/MA sederajat menjalankan prosesi ujian nasional (UN). Setelah tiga tahun ditempa dengan mata pelajaran yang dibelajarkan. Di tiga hari ini mereka akan berperang. Apakah keluar dengan nilai yang memuaskan atau malah berada dibawah standar. Konsekwensinya sudah jelas ketika memperoleh nilai di bawah standar yang telah ditentukan maka dianggap tidak Lulus sekolah.
Tradisi ujian nasional memang sudah berjalan bertahun-tahun. Ia bagaikan momok bagi setiap pelajar. Oleh karena itu mereka berjuang mati-matian agar mendapatkan nilai diatas nilai standar yang telah ditentukan. meskipun hanya berada di atas 0,1 saja di atas nilai standar. Akhirnya Berbagai macam cara pun ditempuh. Mulai dari penambahan jam belajar oleh pihak sekolah, mengadakan jadwal khusus yang membahas mata pelajaran ujikan dan lain-lain. Untuk menghilangkan ketakutan akan ketidak lulusan, banyak orang tua siswa yang rela merogoh koceknya dalam-dalam untuk memasukkan sang buah hati ke lembaga bimbel bonafit.
Belakangan ini ujian nasional menuai pro kontra. Terjadi dialektika akademis yang panjang dari para pakar pendidikan. Apakah ujian nasional harus dilanjutkan atau tidak. Sebagian menilai bahwa ujian nasional hanya menunjukkan hasil kognitif pelajar saja. Sementara aspek afektif dan psikomotorik tidak terwakili. Selain itu ujian nasional dinilai terlalu sempit untuk menjadi acuan berhasil atau tidaknya siswa dalam belajar selama tiga tahun. Ada juga yang berpendapat bahwa ujian nasional tetap harus dilaksanakan namun bukan menjadi penentu lulus tidaknya seorang siswa.
Kalangan yang menyepakati ujian nasional juga dilandasi argument yang kuat. mereka berpendapat bahwa ujian nasional adalah cara mengetahui kemampuan siswa secara objektif. Karena jika ada aspek lain yang dinilai melalui penilaian guru akan timbul permasalahan baru yang lain. Dan yang peling rentan adalah tindakan korupsi kolusi dan nepotisme (KKN). Bisa saja pihak sekolah harus meluluskan seorang siswa karena ia merupakan anak kepala sekolah, anak pejabat atau mungkin anak president. Karena dianggap aib apabila sang anak tidak lulus sekolah dan dikatakan bodoh. Maka akhirnya permainan uang sarat terjadi. Dan yang menjadi korban jelas adalah siswa yang perekonomiannya pas-pasan. Selain itu banyaknya siswa yang tidak lulus akan mempengaruhi citra dari sekolah tersebut. sehingga mau tidak mau pihak sekolah harus meluluskan anak didiknya sebanyak mungkin.
Terlepas dari pihak pro dan kontra, kondisi Negara hari ini adalah hasil dari kualitas SDM kita. Sudah ribuan sarjana yang lulus tiap tahunnya. Dan yang menempati setiap jabatan dalam pemerintahan adalah kebanyakan dari kalangan yang pernah mengenyang pendidikan. pernah melewati ujian nasional, pernah diajarkan kesusilaan, kejujuran dan agama. Namun siswa yang bercita-cita ingin berguna bagi nusa dan bangsa itu kini malah menjadi seorang koruptor, tidur saat siding DPR dan tidak aspiratif. Bahkan lulusan-lulusan sekolah bergengsi itu tidak mampu mengeluarkan bangsa dari kubangan penderitaan.
Mutu pendidikan berkaitan erat dengan maju mundurnya suatu bangsa. Menghasilkan lulusan yang bermutu adalah keinginan semua pihak. Karena merekalah yang dikemudian hari akan menjadi penerus bangsa ini. Sudah sewajarnya apabila ingin menghasilkan tokoh besar harus dimulai dari proses pembibitan yang baik. Benih-benih itu harus dipersiapkan sejak dini.
Dalam perjalanannya “embrio bangsa” itu juga harus dijaga dari virus-virus laten di Negara kita. Menjaga mereka dari sikap koruptif, seperti perbuatan mencontek. Menjaganya dari sikap tidak bertanggung jawab. Mengajarkan mereka tentang kepedulian, kebersamaan, patriotisme berbuat adil dan yang terpenting adalah mengajarkan mereka tentang nilai-nilai religiusitas. Sehingga lulusan yang bermutu itu tidak hanya dibuktikan dari angka-angka saja tetapi juga dari sikap dan kepribadiannya.
Kualitas pendidikan harus menjadi perhatian kita semua. Menjadi perhatian wali murid, pihak sekolah dan pemerintah. Pendidikan harus menjadi tema utama dalam meningkatkan kemajuan Negara kita. Pemerintah khususnya DPR harus benar-benar memikirkan hal ini. Mencurahkan segala kemampuannya dalam menghasilkan lulusan yang kompetitif dan konfrehensif. Pembicaraan ini melebihi pembicaraan tentang gedung baru DPR, kenaikan gaji apalagi fasilitas mewah.
Kehadiranmu
8 tahun yang lalu
0 komentar:
Posting Komentar