Jumat, 22 April 2011

REDEFINISI EMANSIPASI

By : Agus Purnomo (Kadep. KP/kandidat calon Ketua KAMMI UIN SUKA)

Tanggal 21 april diperingati sebagai hari kartini. Atau disebut juga hari emansipasi wanita. Konon hari itu merupakan hari kebangkitan kaum hawa. Bangkit dari penindasan, ketidak adilan dan penistaan menuju sebuah emansipasi wanita. Dan sejarah Indonesia mencatat RA Kartini sebagai penggagasnya.
Namun konsep emansipasi wanita itu belum rampung dan R.A kartini yang pada saat itu masih berusia 25 tahun lebih dulu dipanggil Allah SWT. Akhirnya emansipasi adalah sepotong narasi. Kemudian generasi selanjutnya mencoba melanjutkan gagasan wanita kelahiran jepara 21 april 1879 itu dengan perspektif mereka sendiri. Sehingga hari ini muncul berbagai macam bentuk emansipasi wanita. Malah yang lebih mendominasi adalah emansipasi dalam bentuk femiisme, kesetaraan jender dan westernisasi.
Jika kita melihat sosok wanita justru muncul pertanyaan, beginikah emansipasi yang diajarkan RA. Kartini?. Wanita lebih dikenal karena sosok keindahan tubuhnya bukan pada kepribadian, kecerdasan dan akhlaknya. Ajang miss universe misal, pemilihan wanita sejagat itu lebih mirip ajang eksploitasi keindahan tubuh dari pada kecerdasan otak dan kemuliaan akhlak. Tak ayal jika tidak kita temukan wanita (maaf) yang berparas biasa saja ataupun dari segi relijiusitas ia mengenakan jilbab. Contoh lain adalah budaya negative wanita kota telah merambah kedesa-desa dan daerah pelosok. Ketika sang gadis desa dikritik akan gayanya. Dengan PeDe mereka berucap”ini kan mode, sekarang kan zaman emansipasi”. Disisi lain konsep kesetaraan jender begitu ekstrim. Menuntut semua harus sama antara wanita dan pria dalam segala hal.
Terjadi kesalahan dalam mendefinisikan dan mengejawantahkan nilai emansipasi. Pertama arti emansipasi terserabut dari akar budaya bangsa yang berkepribadian mulia dan religius. Padahal wanita yang hidup pada masa kolonial itu adalah sosok yang relijius. Karyanya yang berjudul “habis gelap terbitlah terang” merupakan inspirasi dari ayat al-quran yang berbunyi “mindzulumati ilannur” (QS.Albaqoroh 257) Kartini muda adalah sosok yang haus ilmu agama dan pencari hidayah. Itulah mengapa ia menulis buku tersebut dan rela bekerja keras menimba ilmu kepada alim ulama. Artinya tidak mungkin apa yang diajarkan pejuang bangsa itu merupakan perpanjangan tangan dari kaum penjajah.
Yang kedua terjadi kesalahan pada wilayah aplikasi. Sosok wanita hari ini adalah sebuah hasil eksplorasi keindahan tubuh. wanita lebih dikenal dan dihargai dari keindahan tubuhnya bukan pada pribadinya yang luhur. seperti yang tervisualisasi dalm media cetak dan media elaktronik Meskipun tidak semua namun begitulah faktanya. RA kartini adalah putri seorang bangsawan yang terhormat dan menikah dengan seorang tokoh terhormat pula. Di sisi lain ia adalah sosok yang mau berbaur dengan rakyat kecil. Jadi tidak mungkin mengajarkan amoral dan hidup parlente.
“wanita itu tercipta dari tulang rusuk adam , bukan dari tulang kepala atau tulang kaki”, tepatlah kata bijak itu menjelaskan posisi kaum hawa. Ia tidak tercipta dari tulang kepala, artinya wanita bukanlah sosok untuk dipuja-puja. Namun ia bukan pula tercipta dari tulang kaki yang diartikan sosok yang mempunyai derajat rendah, layak dizholimi dan dilecehkan. Kata bijak itu mengungkapkan bahwa wanita tercipta dari tulang rusuk. Aritnya ia adalah sosok yang harus dihormati, diperlakukan dengan adil bahkan wanita adalah partner bagi kaum pria.
Secara alamiah memang terdapat perbedaan peran antara kaum adam dan kaum hawa. Ada sebuah pekerjaan yang hanya bisa dilkukan oleh seornag wanita pun sebaliknya. Namun kedewasaan berfikir menjauhkan kita dari sikap cemburu atau merasa diperlaukan tidak adil.oleh karena itu Sudah seharusnya kita meredefinisi emansipasi. Bukan bermaksud untuk memuja apa lagi mendzolimi. Redefinisi dilakukan agar emansipasi kembali pada khitohnya. Outputnya adalah lahirnya sosok wanita yang anggun, cerdas dan juga relijius. Sehingga terjadi pola sinergisitas yang optimal dan terciptalah tatanan social yang seimbang dan berkeadilan.
Salam bangga untuk kaum hawa…

SPECIAL Moments….

By : Karina Pramitasari (Staff KP KAMMI UIN SUKA)

Tanggal 21 April, nampaknya ada sesuatu yang tersembunyi. Sesuatu yang sangat istimewa ketika mengingatnya. Mengingat kira-kira ada moment special apa yang terjadi bertepatan dengan tangal 21 April. Memang tidak salah jika tanggal 21 April menjadi hari yang sacral khususnya bagi kaum hawa, perempuan. Mengapa tidak, karena di tanggal tersebut lahirlah sesosok pejuang perempuan tangguh, gigih, dengan semangat membaja memperjuangkan nasib perempuan.
Berawal dari keprihatinannya melihat nasib perempuan pada zamannya. Sungguh sangat menderita. Adanya pembatasan ruang gerak bagi perempuan. Perampasan hak-hak asasi yang seharusnya bisa kaum hawa dapatkan. Lantas dengan semangat berkobar-kobar dan daya intelektualitas tinggi beliau terus mengadakan perubahan di ruang lingkup yang digeluti perempuan. Maka dari itu tidak hanya sekadar memperingati hari Kartini saja, tetapi berusaha untuk merefleksikan nilai-nilai positif yang terkandung ke dalam kehidupan sekarang.
Alhamdulillah, sekumpulan akhwat KAMMI berinisiatif menyelenggarakan agenda lain dari pada yang lain, tidak seperti agenda-agenda biasanya. Agenda itu adalah”Muslimah Discussion”. Muslimah Discussion perdana ini mengambil tema,”Pergeseran Fitrah Wanita di Era Modernisasi”. Dimana pada intinya mempertanyakan eksistensi fitrah wanita yang mengalami pergeseran dari tempatnya. Tetapi apakah benar fitrah wanita mengalami pergeseran?
Jawabannya adalah TIDAK…!!!Karena fitrah wanita itu sejak dahulu adalah tetap, mutlak alias tidak bisa mengalami perubahan. Hamil, melahirkan dan menyusui adalah sebagian kecil dari fitrah wanita yang tidak bisa diubah-ubah. Justru yang mengalami perubahan adalah kondisi sosialnya. Kondisi sosial yang memaksa kaum hawa untuk melakukan tindakan-tindakan di luar kodrat wanita. Maka dibutuhkan usaha-usaha untuk menjaga fitrah perempuan.
Yaitu dengan meningkatkan semangat belajar. Caranya membudayakan adat baca di tengah-tengah kaum hawa. Sehingga pemikiran-pemikiran kaum hawa tidak akan kalah keren dengan pemikiran yang dimiliki oleh kaum adam. Karena itulah yang dilakukan oleh kaum Adam. Mereka mempunyai daya analisis tinggi lantas menghasilkan konsepan-konsepan yang berkualitas. Maka dari itu kaum hawa jangan mau kalah bersaing dengan kaum adam. Walaupun pada sector-sektor tertentu tidak bisa menggugat satu sama lain.
Acara perdana diskusi akhwat perdana yang difasilitatori oleh Mbak Meichi sungguh sangat menarik. Ditambah lagi beliau mau berbagi pengalaman-pengalaman seru, tentang pertemuannya dengan Ibu Siti Fadilah Supari, seorang wanita hebat menjabat sebagai menteri kesehatan. Sungguh antusias para peserta sangatlah tinggi. Oleh sebab itu diperlukan adanya follow up lebih lanjut untuk menindaklanjuti agenda tersebut.
Dimana kegiatan tersebut sangat membawa dampak positif bagi kemajuan dan perubahan paradigma kaum hawa. Sekaligus untuk mengasah kemampuan kaum hawa untuk pandai berdialektika.

Maskam UIN, 21 April 2011
16.00 WIB

NASIB PENDIDIKAN TIDKA BOLEH DILUPAKAN

By: Agus Purnomo (Kadep. KP/Calon Ketua KAMMI UIN SUKA)

Tanggal 18-21 april Pelajar SMA/MA sederajat menjalankan prosesi ujian nasional (UN). Setelah tiga tahun ditempa dengan mata pelajaran yang dibelajarkan. Di tiga hari ini mereka akan berperang. Apakah keluar dengan nilai yang memuaskan atau malah berada dibawah standar. Konsekwensinya sudah jelas ketika memperoleh nilai di bawah standar yang telah ditentukan maka dianggap tidak Lulus sekolah.
Tradisi ujian nasional memang sudah berjalan bertahun-tahun. Ia bagaikan momok bagi setiap pelajar. Oleh karena itu mereka berjuang mati-matian agar mendapatkan nilai diatas nilai standar yang telah ditentukan. meskipun hanya berada di atas 0,1 saja di atas nilai standar. Akhirnya Berbagai macam cara pun ditempuh. Mulai dari penambahan jam belajar oleh pihak sekolah, mengadakan jadwal khusus yang membahas mata pelajaran ujikan dan lain-lain. Untuk menghilangkan ketakutan akan ketidak lulusan, banyak orang tua siswa yang rela merogoh koceknya dalam-dalam untuk memasukkan sang buah hati ke lembaga bimbel bonafit.
Belakangan ini ujian nasional menuai pro kontra. Terjadi dialektika akademis yang panjang dari para pakar pendidikan. Apakah ujian nasional harus dilanjutkan atau tidak. Sebagian menilai bahwa ujian nasional hanya menunjukkan hasil kognitif pelajar saja. Sementara aspek afektif dan psikomotorik tidak terwakili. Selain itu ujian nasional dinilai terlalu sempit untuk menjadi acuan berhasil atau tidaknya siswa dalam belajar selama tiga tahun. Ada juga yang berpendapat bahwa ujian nasional tetap harus dilaksanakan namun bukan menjadi penentu lulus tidaknya seorang siswa.
Kalangan yang menyepakati ujian nasional juga dilandasi argument yang kuat. mereka berpendapat bahwa ujian nasional adalah cara mengetahui kemampuan siswa secara objektif. Karena jika ada aspek lain yang dinilai melalui penilaian guru akan timbul permasalahan baru yang lain. Dan yang peling rentan adalah tindakan korupsi kolusi dan nepotisme (KKN). Bisa saja pihak sekolah harus meluluskan seorang siswa karena ia merupakan anak kepala sekolah, anak pejabat atau mungkin anak president. Karena dianggap aib apabila sang anak tidak lulus sekolah dan dikatakan bodoh. Maka akhirnya permainan uang sarat terjadi. Dan yang menjadi korban jelas adalah siswa yang perekonomiannya pas-pasan. Selain itu banyaknya siswa yang tidak lulus akan mempengaruhi citra dari sekolah tersebut. sehingga mau tidak mau pihak sekolah harus meluluskan anak didiknya sebanyak mungkin.
Terlepas dari pihak pro dan kontra, kondisi Negara hari ini adalah hasil dari kualitas SDM kita. Sudah ribuan sarjana yang lulus tiap tahunnya. Dan yang menempati setiap jabatan dalam pemerintahan adalah kebanyakan dari kalangan yang pernah mengenyang pendidikan. pernah melewati ujian nasional, pernah diajarkan kesusilaan, kejujuran dan agama. Namun siswa yang bercita-cita ingin berguna bagi nusa dan bangsa itu kini malah menjadi seorang koruptor, tidur saat siding DPR dan tidak aspiratif. Bahkan lulusan-lulusan sekolah bergengsi itu tidak mampu mengeluarkan bangsa dari kubangan penderitaan.
Mutu pendidikan berkaitan erat dengan maju mundurnya suatu bangsa. Menghasilkan lulusan yang bermutu adalah keinginan semua pihak. Karena merekalah yang dikemudian hari akan menjadi penerus bangsa ini. Sudah sewajarnya apabila ingin menghasilkan tokoh besar harus dimulai dari proses pembibitan yang baik. Benih-benih itu harus dipersiapkan sejak dini.
Dalam perjalanannya “embrio bangsa” itu juga harus dijaga dari virus-virus laten di Negara kita. Menjaga mereka dari sikap koruptif, seperti perbuatan mencontek. Menjaganya dari sikap tidak bertanggung jawab. Mengajarkan mereka tentang kepedulian, kebersamaan, patriotisme berbuat adil dan yang terpenting adalah mengajarkan mereka tentang nilai-nilai religiusitas. Sehingga lulusan yang bermutu itu tidak hanya dibuktikan dari angka-angka saja tetapi juga dari sikap dan kepribadiannya.
Kualitas pendidikan harus menjadi perhatian kita semua. Menjadi perhatian wali murid, pihak sekolah dan pemerintah. Pendidikan harus menjadi tema utama dalam meningkatkan kemajuan Negara kita. Pemerintah khususnya DPR harus benar-benar memikirkan hal ini. Mencurahkan segala kemampuannya dalam menghasilkan lulusan yang kompetitif dan konfrehensif. Pembicaraan ini melebihi pembicaraan tentang gedung baru DPR, kenaikan gaji apalagi fasilitas mewah.

Kamis, 14 April 2011

Kontroversi Pembangunan Gedung MPR/DPR RI

By : Karina Pramitasari (Staff KP KAMMI UIN SUKA Yogya)

Akhir-akhir ini tersiar kabar mengenai akan direnovasinya gedung MPR/DPR RI di Jakarta. Gedung tersebut apabila dilihat dari luar masih nampak begitu mewah dan megah. Lantas apanya yang akan direnovasi???Fasilitas yang ada di dalamnya kali!!!!Mungkin….Tetapi bukannya sudah dari dulu gedung atau fasilitas yang diberikan khusus kepada para anggota dewan terkesan mewah.
Berarti segala fasilitas yang ada dan selama ini mereka rasakan masih kurang. Ini bisa menjadi salah satu indikasi dari kerakusan dan ketamakan mereka. Alih-alih menjadikan alasan dengan adanya pembangunan gedung MPR/DPR baru dapat meningkatkan kualitas kinerja mereka. Alasan yang sudah basi. Terus terang saja mumpung lagi ada kesempatan. Jarang-jarang kan orang yang bisa duduk di kursi pemerintahan MPR/DPR RI. Bisa merasakan bagaimana nyamannya tidur di ruang sidang yang notabene ber-AC ditambah lagi kursi yang empuk.
Toh mereka selama menjabat tidak memikirkan bagaimana caranya mensejahterakan rakyat. Malah memikirkan bagaimana caranya mengembalikan uang mereka yang telah habis terpakai saat bursa pencalonannya dulu. Tidak heran istilah “si perut buncit, berjas dan berdasi banyak bermunculan di sekitar gedung.
Pantas saja jika rasa ketidakpuasan tersebut lantas mendorong munculnya keinginan dari anggota dewan untuk mengadakan praktik korupsi. Seribu satu upaya telah pemerintah lakukan untuk mengurangi tindakan yang amat sangat keji tersebut. Salah satu caranya ialah dengan merenovasi gedung MPR/DPR RI. Bahasa umumnya meningkatkan kesejahteraan anggota dewan (lho…bukannya terbalik???? Seharusnya anggota dewanlah yang mensejahterakan, bukannya malah semakin disejahterakan) Tetapi apa kenyataannya???
Begitulah kondisi anggota dewan MPR/DPR RI kita. Walaupun tidak semuanya seperti itu. Hal tersebut sudah menunjukkan betapa bobroknya moral pemimpin kita. Secara logika sungguh tidak masuk akal jika dalam kondisi perekonomian negara yang seperti ini, krisis berkepanjangan dan melanda berbagai sektor kehidupan masih sempat-sempatnya memikirkan kebutuhannya sendiri.
Alangkah lebih bersahajanya jika anggaran yang pada awalnya akan digunakan untuk merenovasi gedung dialihkan untuk memperbaiki sarana dan prasarana pendidikan . Sarana dan prasarana pendidikan masih sangat kurang, khususnya gedung sekolah. Dibeberapa daerah terpencil ditemukan banyaknya gedung-gedung sekolah yang rusak parah sehingga tidak bisa dipakai untuk menimba ilmu. Ada juga yang sampai roboh. Dengan terpaksa kegiatan pembelajaran yang seharusnya berada di dalam ruangan agar dibuat senyaman mungkin dialihkan ke tempat lain atau bahkan ada yang beratapkan langit.
Tidak hanya gedung sekolah saja. Hal yang biasanya luput dari pandangan adalah bagaimana kondisi tempat tinggal sebagian besar warga negara RI. Sudah teruji kelayakannya atau belum. Terlebih mereka-mereka yang hidup di bawah garis kemiskinan. Fenomena-fenomena semacam ini dengan mudahnya bisa dilihat di perkampungan kumuh bantaran sungai, rumah-rumah di bawah jembatan dll. Bahkan ada yang diantara mereka tidak mempunyai tempat tinggal.
Sungguh sangat ironis sekali. Pemandangan semacam itu seharusnya dapat membuka mata hati para anggota dewan yang terhormat untuk lebih mengutamakan perut warganya daripada perut pribadi yang nampaknya semakin membuncit saja. Layaknya sebuah balon, yang apabila ditusuk jarum pasti akan meletus.
10 April 2011

Senin, 11 April 2011

FASILITAS KAMPUS BUKAN UNTUK MAHASISWA?

Infratruktur kampus UIN Sunan Kalijaga Yogyakarta kian megah. Mulai dari fasilitas dalam dan luar ruangan. Misal untuk fasilitas di semua ruang perkuliahan tersedia LCD dan AC. Belum lagi fasilitas di luar ruang perkuliahan. Kita akan mendapati berbagai macam fasilitas mewah seperti masjid dengan arsitektur modern, GOR (gelanggang olah raga), sampai gedung Multy Purpose yang kerap digunakan untuk acara pernikahan ketimbang seminar keilmuan.
Namun sayangnya bangunan-bangunan yang menghabiskan dana besar itu tidak diimbangi dengan peningkatan kualitas pendidikan. Tidak ada evaluasi dan perbaikan kurikulun dalam rangka meningkatkan kepahaman mahasiswa. Sehingga yang real terjadi dalam perkuliahan adalah kegiatan pengisian presensi. Usaha meningkatkan minat baca mahasiswa dengan melengkapi koleksi buku-buku di perpustakaan pun nihil. Hanya ada buku-buku usang yang berjejer di etalase perpustakaan fakultas maupun universitas.
Bangunan-bangunan di kampus Islam ini cenderung hanya berupa pemenuhan kebutuhan sekunder bahkan tersier. Taman, pagar, bunga-bunga dan lain-lain, tidak lebih dari sekedar pemoles wajah infrastruktur kampus yang mempunyai tujuh fakultas ini agar terlihat cantik. Dengan tujuan yakni meningkatkan harga jual UIN dalam konteks bisnis. Bahkan yang lebih ironis lagi, infrastruktur yang ada malah mempersulit mahasiswa untuk berkreasi dan berkembang. Penguncian ruangan kelas usai dosen mengajar adalah tindakan pengusiran terhadap mahasiswa. Takut kehilangan kursi, LCD atau AC menjadi alasan dikuncinya ruangan. Pihak kampus lebih takut kehilangan properti dari pada keilmuan , semangat belajar dan impian mahasiswa. Di sisi lain Jeruji besi yang memagari setiap gedung seolah menendang keluar mahasiswa dari sekedar menumpang belajar disana. Seperti pagar yang terdapat pada gedung multy purpese, masjid, poliklinik dan lain-lain. Akibatnya mahasiswa kehilangan ruang untuk berkreasi, diskusi dan mengkaji. Selesai sudah prosesi pengusiran, setelah diusir dari ruang kelas mahasiswa diusir dari ruang universitas.
Tampaknya eksistensi kampus sebagai wadah belajar mengalami pergeseran makna. Sekarang kampus sudah menjadi lahan bisnis. Hal ini semakin terbukti dengan adanya tarif yang semakin mahal ketika hendak meminjam fasilitas kampus. Tidak peduli dengan alasan apapun dan siapapun yang meminjam, termasuk mahasiswa itu sendiri. Jadi yang ada bukan bahasa siapa dan untuk apa meminjam, tapi bahasanya adalah koe wani mbayar piro cah arep njeleh??
Ali Sofyan (Veteran kammi 09-10)
Fakultas syariah, Jurusan muamalat 2007