Kamis, 13 Januari 2011

MENGELOLA PERBEDAAN

Oleh : Agus Purnomo (Kadep KP KAMMI UIN SUKA)
Indonesia ibarat taman yang dihiasi beraneka ragam bunga. Menurut estimasi Juli 2003, kepulauan Indonesia sebanyak 17 ribu pulau. Indonesia merupakan salah satu diantara sedikit negara di dunia yang memiliki karakteristik sebagai negara multi etnik. Diperkirakan terdapat 931 etnik dengan 731 bahasa. Selain multi etnis Indonesia juga mempunyai keberagaman religi yang meliputi Islam, Kristen, Hindu, Budha dan Katolik.
Beratus tahun lamanya bangsa ini hidup dalam satu wadah; Indonesia. Namun tidak jarang dalam perjalanannya, perbedaan yang cantik itu berubah menjadi linangan air mata dan darah. Konflik SARA menjadi alasan klasik penyebabnya. Seperti konflik yang masih segar dalam ingatan kita yakni tragedi di Aceh, Kalimantan, Poso, Maluku dll. Akibat konflik pun tidak tanggung-tanggung, mulai dari kerusakan infrastruktur, jatuhnya banyak korban jiwa hingga mandegnya proses pembangunan nasional. Dan konflik-konflik berkedok sara tersebut masih sangat mungkin terjadi hingga saat ini. Bahkan dapat dalam skala yang lebih besar.
Sebenarnya bukan karena perbedaan konflik sehingga perpecahan itu muncul. Karena memang sudah fitrahnya manusia itu berbeda-beda, dan tidak mungkin pula Allah menciptakan manusia berbeda-beda untuk saling bermusuhan. Inti dari konflik adalah kegagalan memahami pesan-pesan dari perbedaan. Padahal perbedaan adalah warna-warna yang akan memperindah lukisan kehidupan. Jika dianalogikan sebuah bangunan, maka kita akan mendapati bahwa bahan-bahan bangunan tersebut berasal dari material yang berbeda. Material yang dulunya berserakan itu disusun secara benar dan rapih hingga jadilah rumah yang indah. Maka untuk merangkai perbedaan-perbedaan agar menjadi indonesia yang indah bangsa ini harus mempunyai sikap:
1. Kedewasan berpolitik
Politik yang dimaksud bukan sekedar politik praktis dan pragmatis dalam pemilu. Namun politik dengan makna yang lebih luas. Politik yang tujuannya seperti disampaikan imam syahid Hasan Al-Banna yakni untuk kemaslahan umum. Dan pemahan ini harus melekat dalam seluruh entitas bangsa ini. Jika sudah menjadi paradigma berfikir, maka pembicaraanya tidak lagi berkutat pada bahasan membngun kesadaran akan adanya perbedaan. Namun sudah berbicara tentang bagaimana mengantar Indonesia menemukan kembali kehormatannya.
2. Komunikasi
Dasar dari konflik adalah kegagalan dalam pola berkomunikasi. Sehingga pesan tidak dapat tersampaikan apalagi dipahami. Komunikasi yang baik dibutuhkan untuk memahami keinginan-keinginan dari setiap golongan. Menangkap sinyal-sinyal cinta dari lawan bicaranya. Sehingga yang terjalin adalah bahasa cinta dengan semnagat untuk saling membesarkan. Buah dari cinta adalah perasaan saling membutuhkan dan menyukseskan. Jika hubungan yang harmonis itu terjalin secara kontinyu dan dalam skala yang besar, maka sangat mungkin potensi Indonesia menjadi negara maju akan segara terwujud. Tali yang mengaitkan antara perbedaan adalah komunikasi cinta yang tulus dan ikhlas.
3. Keadilan
Dengan berbagai alasan kaum yang mengaku pluralis itu mengatakan bahwa wacana penegakkan syariat islam-lah peyebab terjadinya perpecahan. Tapi yang jelas syariat belum tegak namun perpecahan telah terjadi. Artinya seribu alasan mereka telah terpatahkan oleh satu realita: perpecahan. Aceh, maluku, dan papua ingin memisahkan diri dari indonesia. Dan kita ketahui bersama bahwa alasan mereka bukan karena ingin menegakkan syariat islam. Konflik dan perpecahan adalah soal distribusi keadilan. Terjadi ketidakadilan di Aceh, Maluku dan Papua. Mereka memberontak untuk menagih keadilan namun sang penguasa tidak mampu membayarnya akibatnya terjadilah perpecahan. Oleh karena itu dalam distribusi keadilan pemerintah harus bertanggung jawab atas perealisasiannya.

Agus Purnomo (KAMMI UIN SUKA)
Jurusan Muamalat’08
Fakultas Syariah
UIN Sunan Kalijaga

0 komentar:

Posting Komentar