Sabtu sore, 20 Mei 2011. DEMA (dewan Mahasiswa) mengundang beberapa Elemen Gerakan Mahasiswa (EGM) untuk berkumpul membahas persiapan Bimbingan dan Tes (BIMTES) untuk tahun ajaran 2011-2012. BIMTES merupakan agenda tahunan yang diadakan DEMA yang bekerja sama dengan EGM untuk menyambut dan membantu calon mahasiswa baru mendaftar di UIN Sunan Kalijaga. Hadir dalam pertemuan yang bertempat di lantai 1 SC kantor dema tersebut perwakilan dari PMII, KAMMI, HMI MPO, HMI DIPO, IMM, SMI dan GMNI.
Dalam ipertemuan perdana itu membahas tentang dua bahasan. Bahasan pertama tentang tujuan utama pengadaan bimtes dan silaturahim antar EGM. Rapat yang di pimpin oleh president baru DEMA itu membahasa silaturahim dikarenakan adanya kerenggangan komunikasi antar EGM belakang ini. apa lagi setalah kejadian pemilwa yang telah memicu perpechan antar ekstra tersebut. pembahasan yang kedua adalah tentang hal-hal teknis yang berkaitan dengan lokasi stand BIMTES, Fasilitas BIMTES, Pamflet, dan kapan stand yang berukuran 3x2 M itu akan dibuka.
Dalam pembahasan yang dinamis tersebut muncul diskursus yang cukup alaot dan belum menemui titik temu. Dimulai ketika teman-teman dari KAMMI membuka pertanyaan tentang apakah pihak kampus boleh mendirikan stand informasi terkait mahasiswa baru atau tidak. Teman dari KAMMI mempertanyakan hal tersebut karena adanya stand lain akan berimbas pada berkurangnya calon MABA dalam mengakses informasi ketempat-tempat resmi yang disediakan oleh DEMA atas persetujuan pihak Rektorat
Dalam pembahasan ini hampir semua EGM memberikan argumentasinya secara bergiliran. Salah seorang aktifis HMI MPO kanda Alam yang mengusulkan agar tidak ada stand lain dari pihak manapun kecuali dari EGM yang telah ditetapkan. Ia mengatakan bahwa adanya stand dari pihak kampus akan dimanfaatkan oleh organisasi tertentu. Apa yang disampaikan oleh kanda Alam langsung dihujani interupsi dari sahabat-sahabat PMII. Organisasi yang didominasi oleh anak-anak Madura itu membantah apa yang disampaikan kader HMI. Alasannya bahwa Rektorat mempunyai otoritas untuk membuat kebijakan tersendiri. mereka menjelaskan bahwa setiap jurusan mempunyai program yang tidak dimiliki oleh jurusan atau fakultas lain. Seperti pengadaan beasiswa dari fakultas ushuludin yang harus disosialisaikan. Begitu juga dengan program-progran lain yang ada pada setiap fakultas dan prodi. Selain itu DEMA juga tidak mempunyai otoritas untuk mencekal kebijakan yang dikeluarkan oleh rektorat atau fakultas.
Teman-teman KAMMI menambahkan bahwa semua EGM harus kembali pada tujuan awal didakan stand BIMTES tersebut. mereka memaparkan bahwa pengadaan stand adalah ikhlas karena ingin membantu calon MABA dalam ujian masuk ke UIN bukan untuk yang lain. Oleh karenanya agar orientasi tersebut dapat dijaga, gerakan yang lahir pada tahun 98 ini menghimbau setiap EGM agar tidak keluar dari tujuan utama nan mulia tersebut. perkara calon maba akan masuk atau tidak ke EGM tempatnya melaksanakan bimbingan dan tes adalah hak prerogative dari setiap maba dan kita tidak boleh sama sekali memakasanya, jelas mereka sambil memakan sneack yang telah disediakan pihak DEMA.
Oleh karena itu seiring dengan tujuan itu, untuk mengoptimalkan peran stand maka KAMMI mengusulkan agar hanya ada satu jenis stand saja yakni dari EGM-EGM tadi. Karena dianggap sudah cukup memfasiliatasi calon maba untuk memperoleh infornasi. Mengingat setiap kader dari EGM merupakan representasi dari setiap fakultas dan jurusan. Dan tentunya mengetahui seluk belum jurusannya.
Apa yang disampaikan oleh aktifis KAMMI dan HMI memang cukup beralasan, pasalnya jika Rektorat membuka stand informasi tersendiri akan menimbulkan banyak kehawatiran. Salah satunya adalah siapa petugas yang akan menempati dan melayani stand tersebut. jika itu dari pihak dosen dan karyawan tentu tidak terlalu dicemaskan. Namun akan timbul masalah jika penjagaan stand merupakan hasil dari kerjasama antara rektorat dan DEMA. Maka sudah jelas dalam hal ini PMII lah yang akan diuntungkan mengingat mereka adalah kaum dominan dalam pemerintahan DEMA.
Pembahasan pada sore itu belum usai, mengingat waktu adzan sholat maghrib akan segera berkumandang maka rapat dihentikan. Namun pembelajaran yang dapat diambil adalah tentang kejujuran dan keterbukaan antar EGM. Baik KAMMI, IMM, HMI, dan lain-lain, maupun dengan pihak DEMA. Diskursus tentang keikutsertaan stand lain “dari pihak rektorat” bisa jadi sarat berlatar belakang politis. Karena sebenarnya merupakan strategi perekrutan secara terselubung. Dan tentu saja hal ini akan menciderai silaturahim yang coba dibangun pada awal pertemuan. Sangat disayangkan jika kalimat “silaturahmi” tersebut merupakan pepesan kosong dari pihak tertentu.
Gerakan-gerakan yang lahir dari alasan yang sama yakni memperjuangkan keadilan seharusnya menjaga idealitas tersebut. tetap konsisten dan berani melakukan upaya-upaya perlawanan terhadap ketidak adilan. Melawan setiap kecongkakan yang bersarang pada penguasa yang lalim dan dictator. Bukan malah menyebarkan benih perpecahan dengan melakuakan penghianatan terhadap sejarah karena pragmatisme dan ambisi kekuasaan.
Dalam ipertemuan perdana itu membahas tentang dua bahasan. Bahasan pertama tentang tujuan utama pengadaan bimtes dan silaturahim antar EGM. Rapat yang di pimpin oleh president baru DEMA itu membahasa silaturahim dikarenakan adanya kerenggangan komunikasi antar EGM belakang ini. apa lagi setalah kejadian pemilwa yang telah memicu perpechan antar ekstra tersebut. pembahasan yang kedua adalah tentang hal-hal teknis yang berkaitan dengan lokasi stand BIMTES, Fasilitas BIMTES, Pamflet, dan kapan stand yang berukuran 3x2 M itu akan dibuka.
Dalam pembahasan yang dinamis tersebut muncul diskursus yang cukup alaot dan belum menemui titik temu. Dimulai ketika teman-teman dari KAMMI membuka pertanyaan tentang apakah pihak kampus boleh mendirikan stand informasi terkait mahasiswa baru atau tidak. Teman dari KAMMI mempertanyakan hal tersebut karena adanya stand lain akan berimbas pada berkurangnya calon MABA dalam mengakses informasi ketempat-tempat resmi yang disediakan oleh DEMA atas persetujuan pihak Rektorat
Dalam pembahasan ini hampir semua EGM memberikan argumentasinya secara bergiliran. Salah seorang aktifis HMI MPO kanda Alam yang mengusulkan agar tidak ada stand lain dari pihak manapun kecuali dari EGM yang telah ditetapkan. Ia mengatakan bahwa adanya stand dari pihak kampus akan dimanfaatkan oleh organisasi tertentu. Apa yang disampaikan oleh kanda Alam langsung dihujani interupsi dari sahabat-sahabat PMII. Organisasi yang didominasi oleh anak-anak Madura itu membantah apa yang disampaikan kader HMI. Alasannya bahwa Rektorat mempunyai otoritas untuk membuat kebijakan tersendiri. mereka menjelaskan bahwa setiap jurusan mempunyai program yang tidak dimiliki oleh jurusan atau fakultas lain. Seperti pengadaan beasiswa dari fakultas ushuludin yang harus disosialisaikan. Begitu juga dengan program-progran lain yang ada pada setiap fakultas dan prodi. Selain itu DEMA juga tidak mempunyai otoritas untuk mencekal kebijakan yang dikeluarkan oleh rektorat atau fakultas.
Teman-teman KAMMI menambahkan bahwa semua EGM harus kembali pada tujuan awal didakan stand BIMTES tersebut. mereka memaparkan bahwa pengadaan stand adalah ikhlas karena ingin membantu calon MABA dalam ujian masuk ke UIN bukan untuk yang lain. Oleh karenanya agar orientasi tersebut dapat dijaga, gerakan yang lahir pada tahun 98 ini menghimbau setiap EGM agar tidak keluar dari tujuan utama nan mulia tersebut. perkara calon maba akan masuk atau tidak ke EGM tempatnya melaksanakan bimbingan dan tes adalah hak prerogative dari setiap maba dan kita tidak boleh sama sekali memakasanya, jelas mereka sambil memakan sneack yang telah disediakan pihak DEMA.
Oleh karena itu seiring dengan tujuan itu, untuk mengoptimalkan peran stand maka KAMMI mengusulkan agar hanya ada satu jenis stand saja yakni dari EGM-EGM tadi. Karena dianggap sudah cukup memfasiliatasi calon maba untuk memperoleh infornasi. Mengingat setiap kader dari EGM merupakan representasi dari setiap fakultas dan jurusan. Dan tentunya mengetahui seluk belum jurusannya.
Apa yang disampaikan oleh aktifis KAMMI dan HMI memang cukup beralasan, pasalnya jika Rektorat membuka stand informasi tersendiri akan menimbulkan banyak kehawatiran. Salah satunya adalah siapa petugas yang akan menempati dan melayani stand tersebut. jika itu dari pihak dosen dan karyawan tentu tidak terlalu dicemaskan. Namun akan timbul masalah jika penjagaan stand merupakan hasil dari kerjasama antara rektorat dan DEMA. Maka sudah jelas dalam hal ini PMII lah yang akan diuntungkan mengingat mereka adalah kaum dominan dalam pemerintahan DEMA.
Pembahasan pada sore itu belum usai, mengingat waktu adzan sholat maghrib akan segera berkumandang maka rapat dihentikan. Namun pembelajaran yang dapat diambil adalah tentang kejujuran dan keterbukaan antar EGM. Baik KAMMI, IMM, HMI, dan lain-lain, maupun dengan pihak DEMA. Diskursus tentang keikutsertaan stand lain “dari pihak rektorat” bisa jadi sarat berlatar belakang politis. Karena sebenarnya merupakan strategi perekrutan secara terselubung. Dan tentu saja hal ini akan menciderai silaturahim yang coba dibangun pada awal pertemuan. Sangat disayangkan jika kalimat “silaturahmi” tersebut merupakan pepesan kosong dari pihak tertentu.
Gerakan-gerakan yang lahir dari alasan yang sama yakni memperjuangkan keadilan seharusnya menjaga idealitas tersebut. tetap konsisten dan berani melakukan upaya-upaya perlawanan terhadap ketidak adilan. Melawan setiap kecongkakan yang bersarang pada penguasa yang lalim dan dictator. Bukan malah menyebarkan benih perpecahan dengan melakuakan penghianatan terhadap sejarah karena pragmatisme dan ambisi kekuasaan.